Senin, 04 Juni 2012

Pandangan Tentang pasal 7 ayat 6 dan 6A

bangsa Indonesia baru saja mengalami pergolakan tentang rencana kenaikan BBM. Rencananya adalah bahwa per tanggal 1 April 2012 kemarin, pemerintah akan menaikan harga BBM sebesar Rp 1500, dari Rp 4500 menjadi Rp 6000 khusus bagi BBM bersubsidi. Inilah yang menyebabkan berbagai elemen masyarakat melakukan demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah untuk menetang kenaikan harga BBM tersebut. Bagaimana tidak, kenaikan harga sebesar itu cukup banyak membuat masyarakat keberatan. Karena dengan kenaikan harga BBM, otomatis harga kebutuhan masyarakat pun akan naik, sedangkan pendapatan mereka tidak akan naik.

Pada hari jum’at 30 Maret 2012 para anggota DPR melaksanakan sidang yang memutuskan tentang naik atau tidaknya harga BBM bersubsidi. Namun sekali lagi sidang berjalan sangatlah alot dikarenakan adanya kontroversi dikalangan para anggota DPR. Sebuah akrobatik politik lagi-lagi disajikan didepan mata saya pada saat sidang paripurna DPR/MPR tentang pembahasan BBM, bagaimana mungkin pasal 7 Ayat 6 dengan isi pasal yaitu “harga jual BBM bersubsidi tidak boleh mengalami kenaikan”, ditambahkan pasal yang sangat akrobatik dengan pasal 7 ayat 6 tersebut, yaitu penambahan pasal 7 ayat 6A yang berbunyi “pemerintah bisa menaikkan BBM bila harga minyak mentah dunia berfluktuasi lebih atau kurang dari 15% dari asumsi”.

saya berpendapat bahwasanya pemerintah sangat tidak konsisten dengan pasal 7 ayat 6 sebelumnya yang dikatakan bahwa harga BBM bersubsidi harusnya tidak boleh mengalami kenaikan, namun pimpinan DPR berdalih dengan memasukkan ayat siluman 6A pada pasal 7 tersebut dengan mengatakan bahwa pemerintah bisa menaikkan begitu saja BBM bila harga minyak mentah naik atau fluktuasi.


Dari sinilah saya dapat menegtahui siapa yang ingin merubah undang-undang dan membohongi rakyat dengan menambah ataupun mengurangi pasal dan ayat, sesuai dengan kehendak nafsunya sendiri, semuanya dapat mempermainkan undang-undang dengan syarat disetujui oleh sebagian besar parlemen.
Sungguh sebuah tontonan yang tidak baik bagi ketaatan hukum dan peratutan negara ini, dimana undang-undang boleh saling bertentangan dan bertolak belakang, kemudian diberikan celah untuk pembenarannya sehingga dapat dijalankan, hal ini mengingatkan saya terhadap rencana bailout bank century yang pada saat itu tidak boleh/ tidak dapat dilakukan karena tidak mempunyai celah dalam hukumnya, namun akhirnya dirubah dahulu ketentuan pada saat rapat yang dilakukan hingga dini hari seperti halnya sidang yang dilakukan menyangkut harga BBM sekarang.

Sumbangan aksi mahasiswa bagi bangsa dan negara

Sebenarnya cukup banyak sumbangan aksi mahasiswa bagi bangsa Indonesia ini. Dari yang postif sampai negatif. Apalagi apa yang telah dilakukan oleh para mahasiswa pada zaman Orde Baru dulu. Tentu masih teringat jelas apa yang terjadi pada Mei 1998.

Ya, pada saat itu, terjadi suatu peristiwa yang menjadi tonggak sejarah reformasi di negara ini. Mahasiswa dari berbagai Universitas di Jakarta bahkan daerah, berunjuk rasa di sepanjang jalan menuju gedung MPR-DPR. Apa tujuan mereka saat itu? Tujuannya hanya 1, yaitu menuntut  mundur Presiden Soeharto yang saat itu menjabat. Presiden Soeharto tidak lagi dirasakan berhasil menjalankan pemerintahan setelah terjadinya krisis moneter yang menyebabkan harga-harga sembako di pasaran melambung naik dan membuat sengsara rakyat yang kurang mampu.

Memang saat itu juga terjadi peristiwa yang anarkis dari para mahasiswa tersebut. Menyebabkan kegiatan di Ibukota lumpuh karena tidak berani beraktifitas. Polri dan bahkan TNI berusaha untuk meredam aksi dari para mahasiswa yang memang sudah melakukan tindakan yang berbahaya. Dan akibatnya jatuh lah korban di pihak mahasiswa yang malah semakin menyulut amarah para mahasiswa. Akhirnya para mahasiswa pun berhasil menduduki Gedung MPR-DPR dan memaksa para anggota Legislatif di dalamnya tidak bisa berbuat apa-apa. Demi kebaikan bersama p0un akhirnya Presiden bersedia mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden saat itu, yaitu B.J Habibie.

Apa yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut tidaklah dianggap sepenuhnya benar, karena sedikit banyak mereka juga telah merugikan masyarakat sekitar. Tapi setidaknya aksi mahasiswa ini telah membawa perubahan yang mendalam bagi kehidupan negara ini ke depannya. Membawa negara ini menjalankan demokrasi sesungguhnya, bukan lagi hidup dalm suatu pemerintahan otoriter seperti yang pernah dialami oleh masyarakat Indonesia selama kurang lebih 32 tahun di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.